Tayangan Mata Najwa Tampilkan Bangku Kosong (Foto: Google) |
Tayangan Mata Najwa yang menyindir minimnya kemunculan Terawan di tengah pandemi Covid-19 menuai pro-kontra. Ada yang menyebut hal ini termasuk bullying lantaran dinilai menyudutkan Menkes Terawan. Pendapat psikologi mengenai hal ini pun beragam.
Menurut psikologi sekaligus konselor Rahma Nurzulia Tristinarum, apa yang dilakukan Najwa dalam tayangan Mata Najwa bukanlah bullying. Bisa saja hal ini adalah sikap untuk meluruskan apa yang ditanyakan masyarakat selama pandemi Corona.
"Jika mengacu pada pengertian bullying di antaranya adalah berupa sikap dan perilaku yang menyakiti seseorang secara berulang, baik secara fisik maupun psikis, maka yang Najwa lakukan bukan termasuk tindakan bullying," ungkapnya, Rabu (10/9/2020).
"Bisa jadi acara tersebut adalah sebagai media untuk meneruskan aspirasi masyarakat," ujarnya.
Rahma menjelaskan sikap bullying sendiri bertujuan untuk menyakiti seseorang dan dilakukan berulang-ulang. Bullying sangat merugikan baik dilakukan secara fisik, verbal, maupun non verbal.
Perilaku bullying tidak selalu memiliki kuasa lebih dibanding orang yang terbully. Bahkan Rahma menyebut, tidak jarang kasus bullying terjadi pada orang yang memiliki posisi atau kuasa yang sama.
"Bullying tidak selalu dilakukan oleh orang yang punya kuasa kepada pihak yang lebih lemah. Seringkali justru dengan posisi yang relatif sama, hanya satu pihak biasanya merasa terancam atau punya tujuan tertentu sehingga membully pihak lainnya," jelasnya.
Sementara itu, psikolog klinis Kasandra Putranto dari Kasandra & Associate menilai tayangan bangku kosong tersebut bisa saja termasuk bullying. Sebab, adanya rasa tidak nyaman atau emosi-emosi negatif yang timbul dari sikap seseorang bisa masuk ke dalam kategori bullying.
"Dalam hal ini yang terpenting adalah bagaimana reaksi dan respon dari bapak Menteri Terawan selaku orang yang paling terkena oleh perilaku ini, yang bisa disebut sebagai korban langsung," jelas Kasandra.
Kasandra juga menilai tak hanya Menkes Terawan yang akan mengalami dampaknya. Orang-orang yang kemudian merasa emosi setelah menonton tayangan tersebut bisa menjadi korban tidak langsung.
"Namun ketika masyarakat merasakan emosi negatif tentu saja dengan demikian sudah dapat disimpulkan sebagai perilaku bullying," lanjutnya.
(MRD/KE)