Warga yang mengalami kekeringan di Maros yang sedang mengambil air asin di sumur |
Warga di Desa Tupabbiring, Kecamatan Bontoa, Maros pun merasakan hal yang sama, bebarapa warga yang di dominasi wanita yang hilir mudik dari rumah menuju sumur. Meraka mengangkat baskom dan jerigen berisikan 15 liter air berjalan diatas pematang sawah yang tandus.
Sejak 4 bulan lamanya warga sulit mendapatkan air. Selain dengan membeli air bersih untuk keperluan minum, warga hanya mengandalkan air dari galian sumur besar yang saat ini sudah mulai mengering.
"Sudah dari bulan puasa kami kesusahan mendapatkan air bersih disini. Air sumur ini untuk mandi dan mencuci saja. Kalau untuk minum kami harus beli, karena air sumur ini sudah asin. Ini sumur juga sudah kering satu bulan kedepan," ucap Syamsiah, Senin (24/08/2020).
Air sumur pun tak langsung meraka gunakan. Membutuhkan satu sampai dua hari mendiamkan air sumur asin ini. Terkadang meraka mencampur dengan air bersih yang mereka beli agar rasanya lebih tawar.
"Ya untuk menghemat pengeluaran, kami kadang campur dengan air tawar yang kami beli dengan air sumur ini, kalau tidak air dipakai mencuci saja itu tidak bisa berbusa. Kalau mandi sih biasa kalau agak asin begini airnya," lanjutnya.
Dari sta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Maros, kekeringan yang terjadi dimusim kemarau ini hampir seluruh kecamatan. Namun, hanya ada 3 kecamatan yang terdampak paling parah dan mengalami krisis air bersih.
Pihak BPBD pun terus menerus melakukan distribusi air bersih ke warga yang terdampak terutama warga pesisir. Sedikitnya, tiga sampai empat mobil tangki dikerahkan untuk memenuhi kebutuhan air minum warga.
Saat ini, sejumlah wilayah di pantai barat Sulawesi, mulai dari Makassar hingga Pare-pare memang telah memasuki puncak musim kemarau. Diperkirakan musim kemarau ini akan berakhir pada November 2020.